img
(Foto: thinkstock)

North Carolina, Menyusui seharusnya sebuah proses alamiah, tapi bagi ibu baru hal ini tidak selalu mudah dilakukan. Kemungkinan sulitnya ibu menyusui dan munculnya depresi setelah melahirkan saling berhubungan.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam edisi Agustus jurnal Obstetrics & Gynecology menemukan perempuan yang mengalami kesulitan dalam menyusui bayinya di 2 minggu pertama kelahiran lebih rentan terhadap depresi pasca melahirkan (postpartum depression).

Namun peneliti dari University of North Carolina (UNC) di Chapel Hill belum bisa menentukan apakah ibu depresi lebih cenderung memiliki masalah dalam menyusui, atau apakah kesulitan menyusui bisa memicu depresi.

"Para dokter sebaiknya tidak hanya melihat kondisi mulut bayi dan payudara ibu, tapi juga melihat otak dari si ibu. Karenanya pikiran harus menjadi bagian dari evaluasi," ujar Dr Alison Stuebe dari UNC School of Medicine, seperti dikutip dari Healthland.Time, Senin (8/8/2011).

Hasil studi menemukan perempuan yang tidak puas dalam menyusui bayinya lebih mungkin mengalami depresi setelah melahirkan, dan ibu yang mengalami nyeri payudara parah pada awal menyusui maka lebih mungkin menjadi tertekan.

Secara umum depresi telah dikaitkan dengan sensitivitas nyeri yang jadi meningkat, karenanya perempuan yang mengalami depresi akan merasa lebih sakit saat menyusui. Hal ini menunjukkan bahwa kesulitan menyusui dan depresi saling berkaitan.

Hubungan yang terjadi tidak mungkin hanya kebetulan semata. Dalam studi Stuebe ditemukan bahwa ibu baru yang melaporkan rasa cemas akan memiliki kadar oksitosin yang rendah, padahal hormon ini berperan dalam proses menyusui.

Setiap perempuan didesak untuk menyusui bayinya, tapi jika ia tidak mendapatkan dukungan yang diberikan maka keberhasilan menyusui ini bisa saja tidak terwujud karena terlalu banyaknya tekanan yang diberikan pada ibu.

"Kita perlu sistem untuk mendukung ibu-ibu yang menyusui agar bisa mencapai tujuan mereka, seperti mendapatkan dukungan dari masyarakat, kerabat, pengusaha dan penyedia layanan kesehatan," ujar Stuebe.

Vera Farah Bararah - detikHealth