img
(Foto: thinkstock)

Yogyakarta, Permenkes Sunat Perempuan ditujukan untuk melindungi perempuan dari sunat ilegal yang membahayakan jiwa dan sistem reproduksinya. Namun adanya peraturan itu justru malah melegalkan sunat perempuan dan dikhawatirkan makin melestarikan praktik-praktik semacam itu.

Adanya Permenkes Sunat Perempuan, menurut Prof Muhadjir Darwin PhD, Direktur Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK-UGM) malah menjadikan sunat perempuan itu menjadi legal.

"Penanganan isu kesehatan reproduksi di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia mengalami kemunduran. Salah satunya adalah mengenai sunat perempuan yang saat ini justru malah dilegalkan," tutur Prof Muhadjir di gedung Masri Singarimbun, Bulaksumur Yogyakarta seperti ditulis Selasa (16/8/2011).

Prof Muhadjir menilai sunat perempuan tidak memberikan manfaat terhadap perempuan. Malahan dari aspek medis sunat perempuan justru berisiko memicu infeksi pada organ reproduksi.

"Dari segi kesehatan, sunat perempuan jelas mencabut hak asasi perempuan untuk dapat merasakan kepuasan seksual. Dari segi agama, hukum yang melandasi juga tidak kuat. Di beberapa negara Afrika bahkan sunat perempuan dilakukan tanpa obat bius, jadi dapat dibayangkan betapa sakitnya," ungkap Prof Muhadjir.

Kontroversi mengenai sunat perempuan ini akan menjadi salah satu topik yang dibahas dalam Asia Pacific Conference on Reproductive and Sexual Health and Rights, konferensi regional Asia Pasifik bertema Kesehatan Reproduksi dan Seksual setiap dua tahun sekali. Konferensi yang ke-6 ini rencananya akan diselenggarakan pada tanggal 20 - 22 Oktober 2011 di Yogyakarta .

Konferensi ini akan membahas berbagai isu seputar hak dan kesehatan reproduksi perempuan. Dalam acara ini, akan diadakan diskusi untuk membahas berbagai hasil penelitian, baik medis, hukum sosial, maupun antropologis, mengenai penanganan kesehatan reproduksi dan seksual.

Permenkes No 1636/Menkes/Per/XI/2010 tentang Sunat Perempuan menurut Kementerian Kesehatan justru mengatur prosedur dan teknik penyayatan dan hanya bagian mana yang boleh disayat.

Beberapa poin yang diatur dalam Permenkes No 1636/2010 tentang Sunat Perempuan antara lain sebagai berikut:
1. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan atau perawat yang memiliki izin kerja. Sebisa mungkin, tenaga kesehatan yang dimaksud berjenis kelamin perempuan.

2. Bagian yang dipotong tidak boleh sembarangan, bahkan sebenarnya tidak ada bagian dari alat kelamin perempuan yang boleh dipotong. Sunat yang diizinkan hanya berupa goresan kecil pada kulit bagian depan yang menutupi klitoris (frenulum klitoris).

3. Sunat perempuan tidak boleh dilakukan dengan cara mengkaterisasi atau membakar klitoris (bagian mirip kacang yang paling sensitif terhadap rangsang seksual, dalam Bahasa Indonesia disebut juga klentit). Goresan juga tidak boleh melukai atau merusak klitoris, apalagi memotong seluruhnya.

4. Bagian lain yang tidak boleh dirusak atau dilukai dalam sunat perempuan adalah bibir dalam (labia minora) maupun bibir luar (labia mayora) pada alat kelamin perempuan. Hymen atau selaput dara juga termasuk bagian yang tidak boleh dirusak dalam prosedur sunat perempuan.

5. Sunat perempuan hanya boleh dilakukan atas permintaan dan persetujuan perempuan yang bersangkutan dengan izin dari orangtua atau walinya. Petugas yang menyunat juga wajib menginformasikan kemungkinan terjadinya perdarahan, infeksi dan rasa nyeri.

Putro Agus Harnowo - detikHealth